Senin, 28 April 2025

Negeri Kaya, Pemimpin Baru dan Borgol Politik


  • Penulis Thomas Koten
  • Selasa, 18 Februari 2025 | 21:30
  • | Catatan
 Negeri Kaya, Pemimpin Baru dan Borgol Politik Thomas Koten adalah Analis Sosial Politik. (Foto: Istimewa)

Oleh: Thomas Koten

SEPERTI dalam banyak tulisan saya sebelumnya, bahwa negeri ini merupakan negeri yang kaya akan sumber daya alamnya. Dunia mengakuinya. Tetapi, seperti yang saya tanyakan  juga dalam tulisan-tulisan saya, apakah seluruh masyarakat Indonesia masih mengakui dan merasakan kekayaan alam negeri ini? Kalau masih mengakuinya, perlu ditanyakan lagi, sejauh mana pengakuan itu masih sesuai dengan kenyataannya hingga hari ini? 

Secara kasat mata boleh dikatakan kekayaan alam dan bumi Indonesia benar-benar adanya. Benar bahwa bumi Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah; hutan dan kayu dengan aneka spesies di dalamnya,  barang tambang aneka macam, lautan dengan berbagai jenis ikan dan hasil-hasil laut, sungai dan danau serta keindahan alam yang dijadikan obyek wisata dan lain-lain. Semua itu bisa menghasilkan uang berlimpah apabila dikelola dengan baik.

Atas dasar realitas alam seperti itulah lahir kesadaran dari para founding father kita untuk melahirkan konstitusi tentang cara pengelolaan kekayaan alam untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai sepenuhnya oleh negara untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat seluruhnya.

Titik Masalah

Titik masalah bangsa saat ini dalam kaitan dengan kekayaan alam adalah bahwa kekayaan alam yang ada itu sudah tidak sepenuhnya dikuasai oleh bangsa dan negara Indonesia dan seluruhnya akan diwariskan kepada anak cucu bangsa ini. Kenapa? 

Sebenarnya sudah ada kesadaran bahwa kekayaan alam dan bumi Indonesia lebih sebatas pengakuan dan rasa bangga karena secara kasat mata memang jelas terlihat. Tetapi, dalam realitasnya penguasaan dan penikmatannya bukan sepenuhnya lagi oleh anak-anak bangsa ini. Penguasaan kekayaan alam oleh pihak asing atas nama investasi, begitu mengerikan dan jauh lebih dahsyat daripada di zaman penjajahan atau kolonial dulu.Pada zaman kolonial, kekayaan alam negeri ini hanya dikuasai energi-energinya yang ada di atas permukaan tanah. Tetapi sekarang seperti dijajah oleh banyak sekali negara asing. Kekayaan alam dan isi perut bumi sudah digadaikan kepada banga asing atas nama investasi. Atas nama investasi, negara-negara asing terus menguras energi bumi Indonesia dan daya-dayanya.

Indonesia dari hari ke hari semakin kehilangan kekuatan untuk memiliki segala sumber daya alamnya, bahkan hanya melihat sambil memegang peta kekayaan alamnya tanpa menguasainya secara konkret apalagi memilikinya. Hal ini tentu sangat menyakitkan sekaligus dosa besar untuk anak cucu bangsa ini.

Itu semua bahkan  diperparah lagi oleh aksi korupsi gila-gilaan yang terjadi di negeri ini. Bayangkan ada nilai korupsi hingga 271 triliun, lihat dalam kasus PT Timah yang kini sedang berproses hukum di pengadilan. 

Belum lagi korupsi besar-besaran lainnya baik yang sudah diproses maupun yang sedang berlangsung dalam senyap dan belum ketahuan. 

Padahal, masalah kemiskinan, pengangguran, pendidikan dan kesehatan para warga dan lain-lain semakin membelenggu. Dan semua itulah borgol politik yang terus mengikat siapa pun para pemimpin bangsa saat ini dan ke depannya.

Melepaskan Borgol Politik

Sekarang, siapa pun yang jadi pemimpin negeri ini termasuk Prabowo dan Gibran, memiliki tugas yang sangat berat, yakni melepaskan borgol politik itu dengan ikatannya yang dari waktu ke waktu bertambah kencang.

Salah satu solusinya, korupsi harus segera diberantas. Ini tentu butuh keberanian politik dari pemimpin. Dan soal penguasaan bangsa asing terhadap kekayaan alam dan bumi Indonesia, pemimpin harus mengurangi dan menghilangkannya secara perlahan tetapi pasti.

Kata Bung Karno, “Kita tak akan mengemis, kita tak akan minta-minta, apalagi jika bantuan-bantuan itu diembeli dengan syarat ini dan itu. Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka daripada makan bistik tapi budak”.

Penulis ada Analis Sosial dan Politik.

Editor : Farida Denura
Penulis : Thomas Koten

Catatan Terbaru