Sabtu, 18 Januari 2025

Pakar Sebut Parpol Harus Bekerja dari Sekarang Setelah Ambang Batas Dihapus


  • Senin, 06 Januari 2025 | 21:30
  • | Parpol
 Pakar Sebut Parpol Harus Bekerja dari Sekarang Setelah Ambang Batas Dihapus Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Yusa Djuyandi. (Antaranews)

JAKARTA, POLITIK.ARAHKITA.COM - Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Yusa Djuyandi mengatakan bahwa partai politik (parpol) harus bekerja dari sekarang setelah ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dihapus.

"Bekerja itu maksudnya parpol menyiapkan siapa saja kader yang akan mereka usung, atau melakukan penjaringan internal sejak dini," kata Yusa saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin (6/1/2025).

Menurut dia, menyiapkan kader sejak dini perlu karena penghapusan presidential threshold akan memberikan kesempatan parpol-parpol di Tanah Air untuk menawarkan kader terbaiknya sebagai calon pemimpin negara.

Yusa mengatakan bahwa menyiapkan kader sejak dini perlu karena masyarakat nantinya akan dihadapkan dengan banyaknya pilihan untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Ia mengusulkan agar terdapat syarat pengalaman bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk maju dalam pemilu sebagai respons penghapusan ambang batas tersebut.

Syarat pengalaman yang dimaksud, kata dia, adalah sebagai pemimpin di pemerintahan atau dalam konteks perpolitikan.

"Batas usia juga penting. Menurut saya, minimal 45 tahun untuk calon presiden maupun calon wakil presiden sebab pada usia itu mereka yang maju mungkin sudah punya pengalaman," jelasnya.

Sebelumnya, Kamis (2/1/2025), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penghapusan tersebut diatur dalam Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

 

 

Editor : Farida Denura

Parpol Terbaru