Loading
Oleh: Thomas Koten
DR MELY Tan Giok Lan atau yang lebih dikenal dengan panggilan Mely G. Tan bukanlah seorang selebriti atau pejabat tinggi negara sehingga publisitas tentang meninggal atau kematiannya beberapa hari lalu heboh di masyarakat dan banyak liputan media. Namun, upacara pemakaman putri terbaik Indonesia ini dilakukan secara militer dan tempat pemakaman terakhirnya adalah di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Jumat 3 April 2024 menunjukkan eksistensi dirinya sebagai seoorang tokoh penting dan dihormati di negeri ini.
Kenapa sosok perempuan yang satu ini begitu penting dan kepergiannya menghadap Sang Pencipta di usia uzur 93 tahun merupakan suatu kehilangan besar bagi bangsa dan negara ini? Jawabnnya karena Mely G. Tan merupakan seorang Doktor Sosiologi pertama Indonesia dan anggota Komisioner Periode pertama Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan-Komnas Perempuan di era Presiden BJ Habibie.
Sebagaimana dalam orbituarinya yang dibacakan pada upacara pemakamannya yang dilakukan secara militer tersebut, bahwa perempuan yang lahir 11 Juni 1930 ini adalah seorang peneliti, pemikir dan guru kehidupan bagi anak-anak bangsa.
Tan adalah putri terbaik bangsa yang lahir dari keluarga yang mementingkan pendidikan. Tan menguasai bahasa Ingris, Jerman, Belanda dan Prancis. Tan sangat ahli di bidang sosial dan sang pejuang kemanusiaan sejati hingga di usia uzur. Pemikiran-pemikirannya sangat banyak dan bertebaran di dalam dan luar negeri baik dalam bentuk jurnal dan karya-karya ilmiah.
Dr Mely G Tan juga merupakan orang Indonesia pertama yang mendalami seluk beluk masyarakat Tionghoa. Dan keahliannya di bidang sinologi ini sangat komplet membuat dirinya disebut sebagai seorang sinolog sejati. Minatnya yang sangat tinggi di bidang kemasyarakatan Tionghoa ini dimulainya sejak sangat muda, yaitu sejak masuk kuliah sinologi di Universitas Indonesia dan menyelesaikannya tahun 1959.
Pemikirannya tentang masyarakat Tionghoa ini paling jelas terlihat dari disertasinya berjudul: Social Mobility and Assimilation: The Chinese In The United States. Disertasinnya yang sangat langka ini dicetak di Taiwan tahu 1971 dan menjadi koleksi dari museum pustaka peranakan Tionghoa.
Sebelum meraih gelar Phd atau Doktor ia memperleh gelar Master of Arts di bidang sosiologi di Universitas Cornell dengan tesisnya yang diterbitkan tahun 1963 dengan judul The Chinese of Sukabumi a Study In Social and Cultural Accommodation.
Setelah penerbitan disertasinya di Taiwan, Mely G Tan kembali ke Indonesia, lalu mengelilingi sekitar 30 negara. Dan beberapa bulan Tan telah menjadi Kepala Subbagian di LIPI. Pada awal dekade 1970-an Tan mulai banyak terlibat dalam berbagai diskusi ilmiah mengenai pengembangan ekonomi di Indonesia. Pada sebuah artikelnya di majalah Tempo, Tan berpendapat bahwa pengembangan ekonomi harus menggunakan bahan baku, produsen dan peralatan lokal.
Tan juga menjadi dosen di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, seperti di Universitas Indonesia, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dan dosen sekaligus Kepala Departemen Riset di Universitas Atmajaya, Jakarta. Di Universitas Atmajaya ini, dibuka dan diresmikan sebuah ruang baca yang diberi nama Mely G Tan.
Salah satu pemikirannya yang dapat dikenang adalah tulisannya di Sinar Harapan 11 Agustus 1985 yang menegaskan bahwa atas dasar tinjauan sosiologis Lima Windu Indonesia Merdeka, menelusuri tahun sejarah RI ada paparan jelas bahwa pada tahun-tahun pertama kemerdekaan, masyarakat Indonesia sangat terbuka. Yang ningrat menanggalkan gelar keningratannya dan sampai ke pejabat tertinggi dipanggil “Bung”.
Sampai akhir hayatnya, Mely G Tan mendapat sejumlah penghargaan