Loading
Di TENGAH fokus perhatian publik di seluruh Indonesia yang begitu besar dalam mengikuti sidang sengketa pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), ada hal menarik yang terpancar dari ruang sidang Yang Mulia MK, yaitu kehadiran seorang wanita cantik, Prof Dr Enny Nurbaningsih S.H., M.Hum. Enny demikian dia biasa dipanggil, adalah satu-satunya hakim konstitusi perempuan dari 8 hakim MK.
Enny menjabat sebagai hakim konstitusi ini mulai 13 Agustus 2018 menggantikan Prof Dr Maria Farida Indrati S.H., M.H. Wanita kelahiran Pangkal Pinang 27 juni 1962 ini awalnya tidak menyangka dipilih oleh Presiden Joko Widodo menjadi hakim konstitusi. Karena sejak muda Enny hanya bercita-cita menjadi seorang guru. Baginya, mengajar adalah sebuah profesi yang sangat mulia, dan merasa jiwanya terpanggil untuk itu.
Enny merasa kenikmatan tersendiri ketika mengajar. Karena selain dapat mengembangkah potensi keilmuan dalam dirinya, dia juga bisa menyalurkan ilmu serta ikut menanamkan nilai-nilai luhur yang kuat kepada mahasiswa di UGM, tempat dia mengajar sebagai seorang Guru Besar sebelum melangkah maju ke kursi MK.
Menjadi hakim konstitusi berada di luar cita-cita dan rencana awalnya, juga diliihat dari pengalamannya bahwa pendaftarannya menjadi calon hakim konstitusi terjadi pada detik-detik terakhir dengan dorongan kuat dari rekan-rekan sesama dsn di UGM. “Waktu itu, karena dibuka peluang untuk keterwakilan perempuan, banyak teman yang mendorong saya mendaftar. Jadi saya mencobanya”, tuturnya seperti dikutip mkri.id.
Selain itu, minatnya di bidang hukum sangat kuat dan tertanam sejak SMA. Dan setelah tamat SMA, dia merantau dari Pangkal Pinang ke Yogyakarta guna menempuh pendidikan hukum di Fakultas Hukum UGM. Gelar sarjana hukum diraihnya tahun 1981. Setelah itu, dia melanjutkan pendidikan pascasarjana di Universitas Padjajaran, Bandung.
Perjalanan karier wanita yang memiliki motto bekerja keras, bekerja cerdas dan bekerja ikhlas ini menjalankan karier yang cukup panjang, yaitu dengan melibatkan diri dalam proses penataan regulasi baik di tingkat daerah mauppun di tingkat nasional. Dari situ, ia kerap diminta menjadi narasumber hingga menjadi staf ahli terkait.
Ia juga pernah menggeluti ilmu hukum tata negara, sebut saja Parliement Watch yang dibentuk bersama dengan Ketua MK pada tahun1998-201, Mahfud MD di tahun 998. Enny mengakui, semuanya berjalan dan berlangsung begitu saja tanpa desain apa pun. Semua profesi berjalan sesuai dengan keahliannya, yaitu di bidang hukum dan perundang-undangan. Menjadi hakim konstitusi adalah puncak dari hasil pendalamannya di bidang hukum dan perundang-undangan.
Bekerja dalam Sunyi
Menjadi Hakim Konstitusi, baginya berarti bekerja dalam sunyi di tengah hiruk pikuknya keramaian. Itu dijalankan dan dirasakannya. Enny menyadari bahwa tugas hakim konstitusi adalah menuntaskan dan memutuskan setiap perkara dalam posisi tegak lurus. Dalam arti, tidak boleh ada unsur keberpihakan. Inilah yang membuat ruang geraknya sangat sempit.
Semakin banyak perkara yang masuk ke meja MK, berarti ruang geraknya akan terus bertambah sempit. Karena, dengan itu, seorang hakim konstitusi semakin tidak berelasi dengan pihak luar. Itu untuk menghindari terjadinya conflict of interest dengan pihak yang berperkara.
Karena menjadi Hakim Konstitusi seminimal mungkin untuk berelasi dengan pihak luar. Hakim hanya bisa berelasi dengan pihak luar lewat keputusan-keputusan. Sehingga, silent position merupakan suatu yang benar-benar mutlak dijalankan. Mereka harus membiasakan diri dan akrab dengan kesunyian.
Istri dari Rumendro, dan ibu dari Prajaningrum Nurendra ini memang saat memutuskan menjadi hakim konstitusi ia telah mempelajari secara saksama The Bangalore Principles of Judicial conduct yang mencantumkan 6 prinsip yang menjadi pegangan bagi para hakim konstitusi, yakni prinsip independensi (independence), ketidakberpihakan (impartiality), integritas (integrity), kepantasan dan kesamaan (propriety), kesetaraan (equality) serta kecakapan dan kesamaan (competence and diligence).
Semua itu tidak lain demi menjaga kewibawaan peradilan konstitusi.
Pendidikan
S-11 Fakultas Hukum UGM (1981)
S-2 Hukum Tata Negara Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung (1995)
S-3 Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM (2005)