Loading
Oleh: Thomas Koten
ADA sebuah potret yang terpampang jelas di panggung politik Indonesia mutakhir adalah tampilnya begitu banyak artis, baik artis film atau sinetron, artis penyani, artis lawak, dan lain-lain. Sebut saja Desy Ratnasari, Ahmad Dani, Eko Patrio, Deny Cagur, Komeng, Rano Karno, Diah Pita Loka, Giring Nidji, Kris Dayanti, Dede Yusuf, dan lain-lain yang jumlahnya lumayan banyak.
Tampilnya para artis tersebut mencuatkan performa demokrasi negeri ini. Tampilnya para selebriti itu juga cukup mencerahkan dan menampilkan wajah politik Indonesia dan memberikan warna tersendiri pada panggung politik Indonesia kontemporer yang semakin memapankan fenomena politik popularitas yang mengedepankan politik pencitraan.
Dalam politik pencitraan, sebenarnya yang dijual atau yang dipasarkan ke publik adalah citra, pesona, daya tarik, dan performa pribadi politisi, bukan terutama menawarkan program atau menyajikan ide-ide jenial yang menjadi substansi dalam upaya marketing politik demi mendulang suara pada pemilu atau pemilukada.
Ketika daya tarik atau pesona sang figur yang diutamakan, maka tak heran panggung politik Indonesia menjelma menjadi politik selebritas. Dalam lanskap politik selebritas, dunia politik dan dunia hiburan, bersenyawa bersatu padu menyajikan panggung simbolis yang mengonstruksikan tindakan politik para aktor di dalamnya.
Politisisasi Selebriti
Politik selebritas di panggung politik di negeri yang begitu semarak dalam beberapa kali pemilu belakangan ini sebenarnya sudah mulai terjadi sejak menjelang akhir masa Orde Baru. Hanya sekarang jumlah artis yang masuk ke gelanggang politik semakin banyak jumlahnya dan bervariasi.
Dengan bermodalkan keunggulan sebagai pesohor yang dikenal publik, seperti popularitas, pengkultusan atau idola para penggemar, penguasaan medsos dan jaringan pertemanan yang luas, dan kemampuan komunikasi yang cukup baik, maka para artis pun dibujuk rayu dan dimanfaatkan oleh partai politik dan figur calon penguasa atau tokoh politik untuk mendulang suara. Karena tujuan dari marketing politik adalah untuk mendapatkan suara pemilih sebanyak-banyaknya.
Pada pemilu 2024 ini fenomena politik selebriti sungguh menguat. Banyak selebriti yang sukses mendulang suara baik untuk dirinya maupun untuk partai. Itu membuat fenmena selebriti menegas. Awalnya, para artis cenderung dimanfaatkan sebagai strategi dalam marketing politik atau political marketing oleh parpol, namun kini berkembang menjadi petarung politik untuk dirinya.
Hasilnya, lumayan banyak yang berhasil meraih kursi kekuasaan yang diincarnya, baik kursi eksekutif maupun kursi legislatif. Sebut saja Dede Yusuf, Rano Karno, Pasha Ungu. Sedangkan di legislatif jumlahnya lumayan banyak, tidak bisa disebut di sini.
Jelasnya, bahwa tampilnya banyak selebriti atau artis dalam pertarungan politik memunculkan fenomena menguatnya konvergensi di ranah politik dan panggung hiburan. Sebuah aksi politisasi di kalangan dunia hiburan dan selebritisasi di kalangan politisi. Semuanya mencoba mengaktualisasikan bakat-bakat politik yang dirasa terpendam sebelumnya.
Diyakini pada pemilu yang akan datang jumlah artis yang tampil di panggung politik semakin banyak di tengah gerbong demokrasi yang semakin terbuka lebar dus semakin terjadinya masifikasi industri hiburan baik di televisi maupun di medsos seperti di istagram dan youtube
Substansi dan Kualitas Politik
Yang menjadi masalah adalah ketika politik pencitraan begitu diagungkan sehingga pengembangan politik secara substansi bisa semakin terabaikan. Ingat bahwa politik yang hanya mengandalkan popularitas dan mengutamakan tebar pesona, maka tujuan kesejahteraan rakyat bisa semakin jauh dari harapan politik masyarakat.
Celakanya, jika pemimpin dan para wakil rakyat hanya mengandalkan politik poularitas dan tebar pesona untuk mendulang suara pemilih, tanpa kesanggupan untuk melahirkan program-program yang tepat untuk kesejahteraan rakyat. Belum lagi kemampuan dalam menerjemahkan aspirasi-aspirasi rakyat. Semoga aspek ini tidak terjadi.
Akhirnya, bahwa merekrut para selebriti untuk menjadi politisi atau masuknya para artis ke panggung politik, sah-sah saja. Namun hendaknya mereka benar-benar menjadi kader partai, sehingga mereka terlatih dan sanggup menyelami ideologi partai dan sanggup melahirkan dan mengoptimalkan program-program politik kesejahteraan rakyat sebagai tujuan akhir dari politik itu sendiri.